Sunday, February 12, 2012

Ku Tulikan Telingaku


Masa-masa itu memang tak akan pernah kembali. Tak ada lagi masa saat kamu bercerita tentang perjalanan tugasmu. Tak ada lagi masa saat aku bercerita tentang hal-hal yang menyenangkanku.Tak ada lagi kita yang dulu berjalan di garis waktu yang sama. Semua hanyalah kenangan yang masih sering mengintip diam-diam melalui jendela kenyataan. Salahkah kenangan, jika dia melakukan tugasnya untuk mengalaukan seseorang? Salahkah masa lalu, jika dia hanya mampu menjadi benalu?Sejak kepergianmu, kaucuri bulanku, kaugantikan dengan awan gelap milikmu, hingga setiap malam hanya redup yang menyelimuti musim milikku. Kapankah kaukembalikan matahari milikku? Kembalikan saja matahari itu! Ambil saja redup yang menyelimuti musimku! Kamu memang tak pernah pulang dari pergimu, karena kautak tahu rasanya rindu.

Seharusnya tak kubiarkan kamu masuk dalam hidupku. Sehingga tak perlu ada perpisahan dan pertemuan yang selalu ingin terulang. Seharusnya kubiarkan saja sikap-sikap anehmu itu. Sehingga tak akan pernah ada rasa menganggu yang disebut rindu itu. Inikah perpisahan yang kaumau? Mengakhiri suatu babak, menutup sebuah cerita pada suatu tempat… tanpa perundingan. Kalau begitu, keluarkan aku dari penjara nafasmu! Aku benci harus terjerat oleh bayang-bayangmu!

Tapi setidaknya, cerita kita pernah ada,Bintang Utara. Cinta takkan mampu untuk disembunyikan, sekuat dan sedalam apapun kita membunuhnya. Sekarang, hanya kenangan dan cerita yang kita punya, karena apapun yang terjadi diantara aku dan kamu tak pernah punya hak untuk dibukukan menjadi dongeng pengantar tidur. Mungkin inilah yang menjawab semua ketakutanku, cinta kita tak akan menyentuh masa depan. Tapi, salahkah jika kita harus melawan takdir, lalu menjadikan cinta  yang penuh misteri itu menjadi masa depan kita?

Perpisahan itu hanyalah sebagai pembanding… pembanding untuk menguji kekuatan dan keseriusan kita. Mampukah aku dan kamu bertahan dalam cobaan? Mampukah kita saling menguatkan? Mampukah kita kembali bertemu di masa depan? Sebenarnya apa yang Tuhan rencanakan?

Jelas saja cintaku dan cintamu tak punya mata, cinta kita buta! Cinta kita gelap! Tak mengapa kalau cinta kita tak mampu memberi terang, karena cinta yang jelas dan terang, bersih dan steril, terlalu suci dan putih, seperti bukan cinta lagi. Cinta yang terlalu terang menghilangkan kejutan! Jadi… biarkan Tuhan menyimpan kejutan yang ada. Biarkan takdir membuatku menunggu. Aku tidak pernah keberatan menunggu siapapun berapa lamapun selama aku mencintainya. Selama jawaban yang pasti telah menanti, selama kamu berjanji untuk kembali.
 





Cinta tak ubahnya lingkaran yang tak berujung. Cinta layaknya tanda tanya yang butuh usaha keras untuk mendapat jawabnya. Cinta seperti sebuah percakapan imajiner yang tak mampu menciumi kenyataan. Cinta seperti mata yang tertutup tangan kita sendiri, menyebabkan “kebutaan” yang menyejukkan, yang sengaja kita lakukan dan rasakan, sadar ataupun tidak sadar.

Sebut saja, Bintang Utara. Pria dengan pandangan tajam yang berkali-kali mengiris rindu dalam hatiku. Aku tak pernah lupa cara dia memandangku dan menyimpulkan senyum di sudut bibirnya. u Aku selalu ingat suaranya saat memanggil namaku dengan lengkap. Aku masih mampu menggambarkan dengan jelas perasaanku kala itu, saat semua yang terasa selalu menyenangkan, saat segala terasa selalu mengesankan. Bintang Utara dan aku memang tak pernah tahu rasanya jatuh cinta, sampai pada suatu ketika tangan Tuhan mulai memainkan takdir milikku dan miliknya. Kulihat sepotong wajah selalu tergantung di batas waktu, dan tahukah kamu bahwa wajah itu adalah milikmu? Maka harus dengan kata-kata yang seperti apalagi, untuk membuatmu mengerti, bahwa aku pun juga hanyalah wanita yang baru pertama kali benar-benar merasakan ini! Aku benci ketika harus berjalan dalam kegelapan lalu mencari-cari arah untuk terus berlari ke arahmu! Aku benci mengetahui kenyataan… bahwa sebenarnya kautak pernah punya cahaya untukku!

Kauharus tahu ini, Bintang Utara! Kauharus menjawab semua kebingungan yang sejak dulu betah di otakku! Apa maksud dari kata-katamu yang menahanku untuk tidak meninggalkanmu saat kesadaran diriku kembali untuk menyadari bahwa aku tak mungkin denganmu? Apa yang kaulihat di wajahku setiap kali kau memandang foto profile ku atau foto-foto yang setiap hari ku kirimkan untukmu karena katamu kau rindu? Apa yang kaucari selama ini, sehingga katamu matamu tak pernah melepaskan bayanganku dan sulit terpejam? Apa yang kauinginkan setiap kali kamu menyanyi dengan begitu mesra saat aku sedih atau sakit? Apa yang kaurasakan saat tatapan kita saling mengunci pandangan? Apakah jantungmu berfrekuensi melebihi detak jantung atlet lari? Apakah aliran darahmu berontak dalam arteri sampai vena? Bintang Utara… jangan biarkan aku terus bertanya. Dimana jawaban dari semua pertanyaanku kamu sembunyikan? Jika memang cinta pertama itu hanyalah permainan, mengapa rasa itu bisa terasa begitu nyata?

Bintang Utara… detak jantung yang tak beraturan ini masih milikmu. Rasa gugup yang menyentak masih menunggu hadirmu. Aku menyesal karena telah kutulikan telingaku, ketika alunan rindu begitu manis kaubisikkan.


===========

0 comment:

Post a Comment

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites